This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 06 Desember 2010

Keistimewaan Yogya Harus Dipertahankan





Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengatakan, partainya mendukung penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DI Yogyakarta dan Paku Alam sebagai wakilnya. Proses penetapan kepala daerah DIY masih menjadi kontroversi menyusul belum rampungnya pembahasan RUU Keistimewaan DIY.
"Sikap PAN tetap Sultan sebagai Gubernur dan Paku Alam sebagai Wakilnya. Kan Jogja (Yogyakarta) daerah istimewa. Bisa jadi akan ada batasan waktu sampai kapan. Tapi untuk saat ini, penetapan merupakan jalan terbaik untuk keistimewaan Jogja," kata Viva di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/12/2010).
Dia mengatakan, untuk beberapa daerah tertentu, keistimewaan dan kekhususan yang dijamin secara konstitusional harus dipertahankan. Hal itu, menurutnya, merupakan bagian dari warna demokrasi di Indonesia.
"Jogja tidak bisa disamakan dengan daerah lain. Ada keunikan sejarah dan secara konstitusional dijamin UUD. Selama budaya dan kekhasan itu tidak bertentangan dengan demokrasi, maka layak dipertahankan," ujarnya.
Mengenai survei internal Kementerian Dalam Negeri yang menyatakan bahwa 71 persen masyarakat Yogyakarta menghendaki pemilihan langsung, dia menilai hal itu tak valid sebab tak jelas dilakukan oleh lembaga mana.
Dalam sebuah diskusi akhir pekan lalu, Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan mengatakan hal tersebut. Namun, dia mengaku lupa lembaga mana yang melakukan survei itu.
"Harus jelas, itu lembaga apa yang melakukan survei. Selama ini kan tidak pernah ada kelompok masyarakat pro-pemilihan yang melawan atau menentang yang pro-penetapan," kata Viva.

Warga Dekat Bromo Pilih Pakai Sarung daripada Masker

Dua ribu masker yang diberikan Pemerintah Kabupaten Malang dua hari lalu belum dipakai warga Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo. Padahal, masker diberikan untuk mencegah gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh aktivitas vulkanik Bromo, gunung berapi yang berdekatan dengan Ngadas.

Nurjono mengaku sudah menerima masker dan sampai sekarang masih disimpan di rumahnya di RT 07/RW 01. Ia lebih suka memakai sarung untuk melindungi hidung dan mulutnya. “Warga di sini lebih terbiasa dengan menggunakan sarung di luar rumah,” kata Nurjono kepada Tempo, Senin (29/11).

Pernyataan Nurjono dibenarkan dua rekannya, Wahyudi dan Harjo. Warga Ngadas terbiasa membawa sarung yang dililitkan di leher atau diselempangkan di bahu. Sarung dinilainya lebih berguna daripada masker karena sarung bisa dipakai pula untuk melindungi kepala dari siraman debu, atau melindungi tubuh dari hawa dingin.

Kepala Desa Ngadas Kartono juga menyatakan hal serupa. Masker sejauh ini masih belum diperlukan warga untuk dipakai. Penggunaan sarung sudah menjadi tradisi turun-temurun di Ngadas dan desa sekitarnya sehingga mirip “sarung kebangsaan”.

“Kami di sini lebih suka pakai sarung untuk melindungi diri, tapi bukan berarti sosialisasi penggunaan masker di sini gagal. Mungkin karena waktunya belum tepat saja,” kata Kartono di kantornya.

Desa Ngadas dihuni 479 keluarga dengan 1.781 jiwa yang bersuku Jawa dan Tengger. Penduduk mendiami dua dusun. Dusun Ngadas dihuni 358 keluarga dengan 1.316 jiwa (680 laki-laki dan 636 perempuan). Sebanyak 121 keluarga dengan 465 jiwa (222 pria dan 243 wanita) mendiami Dusun Jarak Ijo.

Penduduk Ngadas beragama Islam (30 persen), Hindu (30 persen), dan Buddha (40 persen). Bagi suku Tengger, Bromo menjadi tempat arwah leluhur mereka bersemayam sehingga letusan Bromo dianggap sebagai hajatan (nyambut gawe) untuk “bersih-bersih” dengan memuntahkan asap dan debunya.

Dengan kepercayaan tersebut, suku Tengger tetap bersikap tenang dan sabar. Sikap serupa ada pada suku Jawa. Sikap tenang dan sabar pun didukung oleh fakta posisi Ngadas yang jauh dari pusat semburan, terpaut jarak sekitar 15 kilometer. Laporan terakhir yang diterimanya, abu vulkanik Bromo hanya melewati hutan dekat Jarak Ijo dan masih berjarak 5 kilometer dari Ngadas.

Potensi Bahaya Gunung Bromo

Dalam beberapa hari terakhir aktivitas Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sempat meningkat.  Abu vulkanik terus menyembur dari kawah Bromo. Gempa vulkanik maupun tremor masih terjadi.

Berdasarkan sejarah dan sejumlah data geologi, Gunung Bromo memiliki tiga potensi bahaya.  Ancaman tersebut adalah lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan gas beracun.

Lontaran batu pijar merupakan pecahan batuan gunung berapi berupa bongkahan atau bom vulkanik  dan batuan lapili yang dilontarkan dari kawah saat gunung meletus.  Pada letusan freatik, lontaran batu tidak membara. Tapi pada letusan magmatik, material tersebut berpijar.

Lontaran batu pijar ini menyebar ke berbagai arah dan dapat berakibat fatal bagi kehidupan di sekitar. Jika lontaran batu pijar jatuh di kawasan hutan, pertanian, perkebunan, dan bangunan, kebakaran rentan terjadi. Cara terbaik untuk menyelamatkan diri adalah dengan meninggalkan daerah jangkauan sebelum terjadi letusan. Lontaran batu pijar Bromo hanya jatuh di sekitar kawah dan dasar lautan pasir atau kaldera. Radius lontaran berkisar dua kilometer.

Ancaman lain adalah hujan abu lebat. Ini adalah hujan rempah vulkanik berbutir halus yang terdiri dari material lempung atau pasir (H 2 mm).  Hujan abu lebat yang bersifat lembab atau basah, dengan ketebalan lebih dari 4 sentimeter dapat merobohkan bangunan serta merusak hutan dan tanaman pertanian.

Jika hujan abu jatuh ke kolam sumber air atau bak penampungan, maka air akan terkontaminasi dan tingkat  keasaman akan meningkat. Akibat lain dari bahaya hujan abu adalah iritasi pada mata dan penyakit saluran pernafasan. Pada saat hujan abu sebaiknya orang berlindung di bawah bangunan kokoh serta memakai kacamata, kain basah, penutup hidung, atau masker.

Atap bangunan yang tertutup endapan abu harus segera dibersihkan untuk menghindari kerusakan yang lebih parah. Hujan abu dapat terjadi di sekeliling Bromo dengan jari-jari enam kilometer dari kawah.

Dalam keadaan aktif normal maupun sedang meletus, Bromo dapat mengeluarkan gas beracun yang berbahaya bagi kehidupan. Secara umum bahan gas vulkanik Bromo dapat berupa mofet, solfatara, atau fumarol.

Mofet adalah hembusan gas vulkanik mengandung COo dan CO2 yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa sehingga berakibat fatal (kematian) bagi orang dan binatang yang menghirupnya. Konsentrasi gas beracun ini meningkat di dalam kawah pada saat meletus, atau pada saat cuaca mendung, berkabut, hujan, dan tidak ada angin.

Jika gas beracun mulai keluar, penduduk dan wisatawan dilarang turun ke kawasan kawah. Pada musim kemarau, gas beracun mengendap di permukaan tanah dan dikenal sebagai "bun upas" (embun berbisa) oleh penduduk setempat. Embun berbisa ini dapat merusak serta mematikan tanaman, seperti sayur mayur dan kentang. Untuk menghindari embun berbisa , para wisatawan dilarang berkemah di lautan pasir kaldera.

Solfatara adalah hembusan gas vulkanik yang banyak mengandung unsur belerang. Gas ini mudah dikenali karena berbau seperti telur busuk. Biasanya gas belerang membentuk endapan belerang berwarna kuning dan berasa asam di lubang asap. Dalam konsentrasi tinggi, solfatara berbahaya bagi kehidupan. Fumarol adalah hembusan gas vulkanik yang banyak mengandung uap air (H2O). Fumarol ini tidak beracun tetapi sebaiknya tetap diwaspadai.
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More